Pengertian Prasangka dan Diskriminasi Prasangka (prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Bahasa arab menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Disisi lain bahasa arab “khusnudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu, bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian besar sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsur efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar berprasangka. Tampaknya kepribadian dan inteligensi, juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka. Orang yang berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, karena orang-orang macam ini bersikap dan bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan. Seseorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa latar belakang prasangka. Demikian juga sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
B.      Sebab-Sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
  1. Berlatar belakang sejarah. Orang-orang kulit putih di Amerika Serikat berprasangka negatif terhadap orang-orang Negro, berlatar belakang pada sejarah masa lampau, bahwa orang-orang kulit putih sebagai tuan dan orang-orang Negro berstatus sebagai budak.
  2. Dilatar-belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional. Harta kekayaan orang-orang kaya baru, diprasangkai bahwa harta-harta itu didapat dari usaha-usaha yang tidak halal. Antara lain dari usaha korupsi dan penyalahgunaan wewenang sebagai pejabat dan lain sebagainya.
  3. Bersumber dari faktor kepribadian.
  4. Berlatar belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama.
 C.      Usaha-Usaha Mengurangi atau Menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi
1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi.
2. Perluasan kesempatan belajar.
3. Sikap terbuka dan sikap lapang.
 D.     Pengertian Etnosentrisme
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan dipergunakan sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
Akibatnya etnosentrisme penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi.Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar ideologi Chauvinisme pernah dianut oleh orang-orang Jerman pada zaman Nazi Hitler. Mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain, dan memandang bangsa-bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista dsb.

III.       PERTENTANGAN SOSIAL ATAU KETEGANGAN DALAM MASYARAKAT
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu :
  1. Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagian yang terlibat di dalam konflik.
  2. Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan.
  3. Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat, yaitu :
  1. Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistik didalam diri seseorang.
  2. Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
  3. Pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda. Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
  1. Elimination yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yang diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri.
  2. Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
  3. Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
  4. Minority Consent artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama
  5. Compromise artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
  6. Integration artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
Prasangka Prasangka atau prejudice berasal dari kata latin prejudicium,yang pengertiannya sekarang mengalami perkembangan sebagai berikut: Semula diartikan sebagai suatu preseden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu. Dalam bahasa inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa atau tidak matang. Untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur emosional(suka-tidak suka)dalam keputusan yang telah diambil tersebut. Ø Diskriminasi Diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan berdasarkan pada gender, ras, agama, umur, atau karakteristik yang lain. Diskriminasi merupakan perilaku prejudice yang dilakukan secara nyata. Ø Integrasi masyarakat Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama-sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi akomodasi, asimilasi dan berkurangnya prasangka-prasangka diantara anggota masyarakat secara keseluruhan. 1. Prasangka dan sikap Prasangka itu suatu sikap, yaitu sikap sosial. Menurut Morgan (1966), sikap adalah kecenderungan untuk berespon, baik secara positif maupun negatif terhadap orang, objek, atau situasi. Tentu saja kecenderungan untuk berespon ini meliputi perasaan atau pandangannya, yang tidak sama dengan tingkah laku. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertingkah laku, selain motivasi dan norma masyarakat. Oleh karena itu kadang-kadang sikap bertentangan dengan tingkah laku. Dalam sikap terkandung suatu penilaian emosional yang dapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih, cinta, benci, dan sebagainya. Karena dalam sikap ada “suatu kecenderungan berespon”, maka seseorang mempunyai sikap yang umumnya mengetahui perilaku atau tindakan apa yang akan dilakukan bila bertemu dengan objeknya.Dari uraian tersebut dapat disimpulkan ,bahwa sikap mempunyai komponen-komponen, yakni : a. Kognitif : artinya memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya,terlepas pengetahuan itu benar atau salah. b. Afektif : artinya dalam bersikap akan selalu mempunyai evaluasi emosional (setuju-tidak setuju) mengenai objek sikapnya. c. Konatif : artinya kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan objek sikapnya, mulai dari bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) sampai pada yang sangat aktif (tindakan agresif). 2. Kategorisasi dan stereotipe Proses pengambilan keputusan dengan jalan pengelompokan benda ke dalam kelompok tertentu ini disebut “kategorisasi”, dan proses pengkhususan kategori sampai pengambilan keputusan disebut bracketing process atau proses penyempitan. Meletakkan suatu benda, manusia atau peristiwa ke dalam kategori tertentu berfngsi agar individu mempunyai pegangan dalam bertingkah laku dan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Kategori pada dasarnya merupakan suetu proses kognitif yang netral, artinya menetapkan benda ke dalam kategori tertentu, individu tidak ikut menilai. Konsep yang tetap mengenai suatu kategori tertentu yang disebut stereotipe. Maka dapat diartikan bahwa stereotipe merupakan tanggapan atau gambaran tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang/golongan lain yang bercorak negatif akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif. Dalam melakukan penilaian mengenai sesuatu, individu cenderug menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub,seperti kaya-miskin,rajin-malas, pandai-bodoh. Dengan demikian stereotipe bukan saja suatu kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebih-lebihan sehingga merupakan dasar dari prasangka atau diperkokoh oleh stereotipe. 3. Prasangka dan diskriminasi Seseorang yang mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkanya. Tetapi dapat pula orang bertindak diskriminatif tanpa didasari prasangka,dan sebaliknya. Prasangka menunjukkan pada sikap sedangkan diskriminatif pada tindakan. Dalam konteks rasial,prasangka diartikan “suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi”. Dalam hal ini terkandung ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilnya dari beberapa pengalaman. Dalam menghadapi objek prasangka akan bersikap tidak toleran,menyorotnya tidak dari keunikan objek prasangka, tetapi dari kelompok etnis mana individu tergolong. 4. Prasangka Dan Integrasi Masyarakat Integrasi masyrakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di masyarakat sehingga tidak terjadi konflik, dominasi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan integrasi pada masyarakat majemuk dilakukan dengan mengatasi atau mengurangi prasangka. Dalam memahami integrasi masyarakat juga ada integrasi nasional yang sama- sama menyangkut masalah struktur. Menurut Ernest Renan, untuk terciptanya integrasi nasional perlu adanya satu jiwa, satu azas spiritual, suatu solidaritas yang besar yang terbentuk dari perasaan yang timbul sebagai akibat pengorbanan yang telah dibuat masa depan. Berikut merupakan 4 sistem yang dapat mengurangi konflik akibat prasangka, yaitu: 1. System budaya seperti nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945 2. Sistem sosial seperti kolektif- kolektif sosial dalam segala bidang 3. System kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan( persepsi ), perasaan, pola- pola penilaian yang dianggap pola-pola keIndonesiaan. 4. System organic jasmaniah dimana nasional tidak berdasarkan atas persamaan ras. 5. Sebab-sebab terjadinya prasangka Menurut Gordon Allport(1958) ada lima pendekatan dalam menentukan sebab terjadinya prasangka : a. Pendekatan Historis Pendekatan ini didasarkan atas teori pertentangan kelas yaitu menyalahkan kelas rendah.Sementara mereka yang tergolong dalam kelas atas mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah. b. Pendekatan Sosiokultural dan Situasional Pendekatan ini ditekankan pada kondisi saat ini sebagai penyebab timbulnya prasangka,yang dapat di bagi menjadi: 1. Mobilitas sosial 2. Konflik antar kelompok 3. Stigma perkantoran 4. Sosialisasi c. Pendekatan kepribadian Teori ini menekankan pada faktor kepribadian sebagai penyebab prasangka,disebut dengan teori”frustasi agresi”( J. Dollard dan N. Miller). Menurut teori ini kadaan frustasi merupakan kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah laku agresif,dimana frustasi muncul dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh atasan(status yang lebih tinggi) d. Pendekatan Fenomenologis Pendekatan ini ditekankan pada bagaimana individu memandang atau mempersepsikan lingkungannya sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka. e. Pendekatan Naive Pendekatan ini menyatakan bahwa prasangka lebih menyoroti obyek prasangka, dan tidak menyoroti individu yang berprasangka. MENGATASI ATAU MENGURANGI PRASANGKA Untuk mengurangi atau mengatasi prasangka dilakukan dengan perbaikan kondisi sosial ekonomi, melalui pendidikan anak, melakukan interaksi yang lebih intensif antara masing-masing kelompok dan harus memenuhi setidaknya empat syarat berikut: 1. Adanya dukungan sosial dan institusional Dukungan diberikan oleh pihak otoritas yang berwenang ,dalam hal ini bisa pemerintah ,sekolah,orang tua,dan lain-lain.Otoritas biasanya berada dalam posisibisa memberi sanksi. 2. Ada potensi saling mengenal Hubungan antar etnik yang memungkinkan saling mengenal secara pribadi antar anggota kelompok yang berlainan bisa mengurangi prasangka .Hubungan itu mesti dalam wktu yang cukup dengan frekuensi yang tinggidan adanya kedekatan yang memungkinkan peluang membangun hubungan erat dan bermakna antar anggota kelompok yang berkaitan. 3. Adanya status yang setara antara pihak-pihak yang berinterksi Jika satu kelompok lebih dominandibanding kelompok lain,maka interaksi antar kelompokbelum tentu dapat mengurangi prasangka. 4. Adanya kerjasama Kesimpulan Prasangka merupakan dugaan-dugaan yang memiliki nilai negatif yang diwarnai oleh perasaan sesaat,artinya kondisi emosional sesaat juga ikut berperan menimbulkan prasangka sosial.Sedangkan diskriminasi adalah sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan berdasarkan pada gender, ras, agama, umur, atau karakteristik yang lain.Diskriminasi timbul karena adanya prasangka negatif terhadap kelompok tertentu. Prasangka menunjukkan pada sikap sedangkan diskriminatif pada tindakan. Integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh masyrakat Indonesia khususnya.Karena memang sulit mewujudkannya di sebuah negara yang heterogen ini.Tapi integrasi masyarat dapat diwujudkan ketika masyarakat mampu mengendalikan prasangka dan meninggalkan diskriminasi.

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu
Prasangka Prasangka atau prejudice berasal dari kata latin prejudicium,yang pengertiannya sekarang mengalami perkembangan sebagai berikut: Semula diartikan sebagai suatu preseden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu. Dalam bahasa inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa atau tidak matang. Untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur emosional(suka-tidak suka)dalam keputusan yang telah diambil tersebut. Ø Diskriminasi Diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan berdasarkan pada gender, ras, agama, umur, atau karakteristik yang lain. Diskriminasi merupakan perilaku prejudice yang dilakukan secara nyata. Ø Integrasi masyarakat Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama-sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi akomodasi, asimilasi dan berkurangnya prasangka-prasangka diantara anggota masyarakat secara keseluruhan. 1. Prasangka dan sikap Prasangka itu suatu sikap, yaitu sikap sosial. Menurut Morgan (1966), sikap adalah kecenderungan untuk berespon, baik secara positif maupun negatif terhadap orang, objek, atau situasi. Tentu saja kecenderungan untuk berespon ini meliputi perasaan atau pandangannya, yang tidak sama dengan tingkah laku. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertingkah laku, selain motivasi dan norma masyarakat. Oleh karena itu kadang-kadang sikap bertentangan dengan tingkah laku. Dalam sikap terkandung suatu penilaian emosional yang dapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih, cinta, benci, dan sebagainya. Karena dalam sikap ada “suatu kecenderungan berespon”, maka seseorang mempunyai sikap yang umumnya mengetahui perilaku atau tindakan apa yang akan dilakukan bila bertemu dengan objeknya.Dari uraian tersebut dapat disimpulkan ,bahwa sikap mempunyai komponen-komponen, yakni : a. Kognitif : artinya memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya,terlepas pengetahuan itu benar atau salah. b. Afektif : artinya dalam bersikap akan selalu mempunyai evaluasi emosional (setuju-tidak setuju) mengenai objek sikapnya. c. Konatif : artinya kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan objek sikapnya, mulai dari bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) sampai pada yang sangat aktif (tindakan agresif). 2. Kategorisasi dan stereotipe Proses pengambilan keputusan dengan jalan pengelompokan benda ke dalam kelompok tertentu ini disebut “kategorisasi”, dan proses pengkhususan kategori sampai pengambilan keputusan disebut bracketing process atau proses penyempitan. Meletakkan suatu benda, manusia atau peristiwa ke dalam kategori tertentu berfngsi agar individu mempunyai pegangan dalam bertingkah laku dan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Kategori pada dasarnya merupakan suetu proses kognitif yang netral, artinya menetapkan benda ke dalam kategori tertentu, individu tidak ikut menilai. Konsep yang tetap mengenai suatu kategori tertentu yang disebut stereotipe. Maka dapat diartikan bahwa stereotipe merupakan tanggapan atau gambaran tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang/golongan lain yang bercorak negatif akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif. Dalam melakukan penilaian mengenai sesuatu, individu cenderug menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub,seperti kaya-miskin,rajin-malas, pandai-bodoh. Dengan demikian stereotipe bukan saja suatu kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebih-lebihan sehingga merupakan dasar dari prasangka atau diperkokoh oleh stereotipe. 3. Prasangka dan diskriminasi Seseorang yang mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkanya. Tetapi dapat pula orang bertindak diskriminatif tanpa didasari prasangka,dan sebaliknya. Prasangka menunjukkan pada sikap sedangkan diskriminatif pada tindakan. Dalam konteks rasial,prasangka diartikan “suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi”. Dalam hal ini terkandung ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilnya dari beberapa pengalaman. Dalam menghadapi objek prasangka akan bersikap tidak toleran,menyorotnya tidak dari keunikan objek prasangka, tetapi dari kelompok etnis mana individu tergolong. 4. Prasangka Dan Integrasi Masyarakat Integrasi masyrakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di masyarakat sehingga tidak terjadi konflik, dominasi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan integrasi pada masyarakat majemuk dilakukan dengan mengatasi atau mengurangi prasangka. Dalam memahami integrasi masyarakat juga ada integrasi nasional yang sama- sama menyangkut masalah struktur. Menurut Ernest Renan, untuk terciptanya integrasi nasional perlu adanya satu jiwa, satu azas spiritual, suatu solidaritas yang besar yang terbentuk dari perasaan yang timbul sebagai akibat pengorbanan yang telah dibuat masa depan. Berikut merupakan 4 sistem yang dapat mengurangi konflik akibat prasangka, yaitu: 1. System budaya seperti nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945 2. Sistem sosial seperti kolektif- kolektif sosial dalam segala bidang 3. System kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan( persepsi ), perasaan, pola- pola penilaian yang dianggap pola-pola keIndonesiaan. 4. System organic jasmaniah dimana nasional tidak berdasarkan atas persamaan ras. 5. Sebab-sebab terjadinya prasangka Menurut Gordon Allport(1958) ada lima pendekatan dalam menentukan sebab terjadinya prasangka : a. Pendekatan Historis Pendekatan ini didasarkan atas teori pertentangan kelas yaitu menyalahkan kelas rendah.Sementara mereka yang tergolong dalam kelas atas mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah. b. Pendekatan Sosiokultural dan Situasional Pendekatan ini ditekankan pada kondisi saat ini sebagai penyebab timbulnya prasangka,yang dapat di bagi menjadi: 1. Mobilitas sosial 2. Konflik antar kelompok 3. Stigma perkantoran 4. Sosialisasi c. Pendekatan kepribadian Teori ini menekankan pada faktor kepribadian sebagai penyebab prasangka,disebut dengan teori”frustasi agresi”( J. Dollard dan N. Miller). Menurut teori ini kadaan frustasi merupakan kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah laku agresif,dimana frustasi muncul dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh atasan(status yang lebih tinggi) d. Pendekatan Fenomenologis Pendekatan ini ditekankan pada bagaimana individu memandang atau mempersepsikan lingkungannya sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka. e. Pendekatan Naive Pendekatan ini menyatakan bahwa prasangka lebih menyoroti obyek prasangka, dan tidak menyoroti individu yang berprasangka. MENGATASI ATAU MENGURANGI PRASANGKA Untuk mengurangi atau mengatasi prasangka dilakukan dengan perbaikan kondisi sosial ekonomi, melalui pendidikan anak, melakukan interaksi yang lebih intensif antara masing-masing kelompok dan harus memenuhi setidaknya empat syarat berikut: 1. Adanya dukungan sosial dan institusional Dukungan diberikan oleh pihak otoritas yang berwenang ,dalam hal ini bisa pemerintah ,sekolah,orang tua,dan lain-lain.Otoritas biasanya berada dalam posisibisa memberi sanksi. 2. Ada potensi saling mengenal Hubungan antar etnik yang memungkinkan saling mengenal secara pribadi antar anggota kelompok yang berlainan bisa mengurangi prasangka .Hubungan itu mesti dalam wktu yang cukup dengan frekuensi yang tinggidan adanya kedekatan yang memungkinkan peluang membangun hubungan erat dan bermakna antar anggota kelompok yang berkaitan. 3. Adanya status yang setara antara pihak-pihak yang berinterksi Jika satu kelompok lebih dominandibanding kelompok lain,maka interaksi antar kelompokbelum tentu dapat mengurangi prasangka. 4. Adanya kerjasama Kesimpulan Prasangka merupakan dugaan-dugaan yang memiliki nilai negatif yang diwarnai oleh perasaan sesaat,artinya kondisi emosional sesaat juga ikut berperan menimbulkan prasangka sosial.Sedangkan diskriminasi adalah sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan berdasarkan pada gender, ras, agama, umur, atau karakteristik yang lain.Diskriminasi timbul karena adanya prasangka negatif terhadap kelompok tertentu. Prasangka menunjukkan pada sikap sedangkan diskriminatif pada tindakan. Integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh masyrakat Indonesia khususnya.Karena memang sulit mewujudkannya di sebuah negara yang heterogen ini.Tapi integrasi masyarat dapat diwujudkan ketika masyarakat mampu mengendalikan prasangka dan meninggalkan diskriminasi.

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu


Prasangka Prasangka atau prejudice berasal dari kata latin prejudicium,yang pengertiannya sekarang mengalami perkembangan sebagai berikut: Semula diartikan sebagai suatu preseden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu. Dalam bahasa inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa atau tidak matang. Untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur emosional(suka-tidak suka)dalam keputusan yang telah diambil tersebut. Ø Diskriminasi Diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan berdasarkan pada gender, ras, agama, umur, atau karakteristik yang lain. Diskriminasi merupakan perilaku prejudice yang dilakukan secara nyata. Ø Integrasi masyarakat Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama-sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi akomodasi, asimilasi dan berkurangnya prasangka-prasangka diantara anggota masyarakat secara keseluruhan. 1. Prasangka dan sikap Prasangka itu suatu sikap, yaitu sikap sosial. Menurut Morgan (1966), sikap adalah kecenderungan untuk berespon, baik secara positif maupun negatif terhadap orang, objek, atau situasi. Tentu saja kecenderungan untuk berespon ini meliputi perasaan atau pandangannya, yang tidak sama dengan tingkah laku. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertingkah laku, selain motivasi dan norma masyarakat. Oleh karena itu kadang-kadang sikap bertentangan dengan tingkah laku. Dalam sikap terkandung suatu penilaian emosional yang dapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih, cinta, benci, dan sebagainya. Karena dalam sikap ada “suatu kecenderungan berespon”, maka seseorang mempunyai sikap yang umumnya mengetahui perilaku atau tindakan apa yang akan dilakukan bila bertemu dengan objeknya.Dari uraian tersebut dapat disimpulkan ,bahwa sikap mempunyai komponen-komponen, yakni : a. Kognitif : artinya memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya,terlepas pengetahuan itu benar atau salah. b. Afektif : artinya dalam bersikap akan selalu mempunyai evaluasi emosional (setuju-tidak setuju) mengenai objek sikapnya. c. Konatif : artinya kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan objek sikapnya, mulai dari bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) sampai pada yang sangat aktif (tindakan agresif). 2. Kategorisasi dan stereotipe Proses pengambilan keputusan dengan jalan pengelompokan benda ke dalam kelompok tertentu ini disebut “kategorisasi”, dan proses pengkhususan kategori sampai pengambilan keputusan disebut bracketing process atau proses penyempitan. Meletakkan suatu benda, manusia atau peristiwa ke dalam kategori tertentu berfngsi agar individu mempunyai pegangan dalam bertingkah laku dan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Kategori pada dasarnya merupakan suetu proses kognitif yang netral, artinya menetapkan benda ke dalam kategori tertentu, individu tidak ikut menilai. Konsep yang tetap mengenai suatu kategori tertentu yang disebut stereotipe. Maka dapat diartikan bahwa stereotipe merupakan tanggapan atau gambaran tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang/golongan lain yang bercorak negatif akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif. Dalam melakukan penilaian mengenai sesuatu, individu cenderug menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub,seperti kaya-miskin,rajin-malas, pandai-bodoh. Dengan demikian stereotipe bukan saja suatu kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebih-lebihan sehingga merupakan dasar dari prasangka atau diperkokoh oleh stereotipe. 3. Prasangka dan diskriminasi Seseorang yang mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkanya. Tetapi dapat pula orang bertindak diskriminatif tanpa didasari prasangka,dan sebaliknya. Prasangka menunjukkan pada sikap sedangkan diskriminatif pada tindakan. Dalam konteks rasial,prasangka diartikan “suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi”. Dalam hal ini terkandung ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilnya dari beberapa pengalaman. Dalam menghadapi objek prasangka akan bersikap tidak toleran,menyorotnya tidak dari keunikan objek prasangka, tetapi dari kelompok etnis mana individu tergolong. 4. Prasangka Dan Integrasi Masyarakat Integrasi masyrakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di masyarakat sehingga tidak terjadi konflik, dominasi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan integrasi pada masyarakat majemuk dilakukan dengan mengatasi atau mengurangi prasangka. Dalam memahami integrasi masyarakat juga ada integrasi nasional yang sama- sama menyangkut masalah struktur. Menurut Ernest Renan, untuk terciptanya integrasi nasional perlu adanya satu jiwa, satu azas spiritual, suatu solidaritas yang besar yang terbentuk dari perasaan yang timbul sebagai akibat pengorbanan yang telah dibuat masa depan. Berikut merupakan 4 sistem yang dapat mengurangi konflik akibat prasangka, yaitu: 1. System budaya seperti nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945 2. Sistem sosial seperti kolektif- kolektif sosial dalam segala bidang 3. System kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan( persepsi ), perasaan, pola- pola penilaian yang dianggap pola-pola keIndonesiaan. 4. System organic jasmaniah dimana nasional tidak berdasarkan atas persamaan ras. 5. Sebab-sebab terjadinya prasangka Menurut Gordon Allport(1958) ada lima pendekatan dalam menentukan sebab terjadinya prasangka : a. Pendekatan Historis Pendekatan ini didasarkan atas teori pertentangan kelas yaitu menyalahkan kelas rendah.Sementara mereka yang tergolong dalam kelas atas mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah. b. Pendekatan Sosiokultural dan Situasional Pendekatan ini ditekankan pada kondisi saat ini sebagai penyebab timbulnya prasangka,yang dapat di bagi menjadi: 1. Mobilitas sosial 2. Konflik antar kelompok 3. Stigma perkantoran 4. Sosialisasi c. Pendekatan kepribadian Teori ini menekankan pada faktor kepribadian sebagai penyebab prasangka,disebut dengan teori”frustasi agresi”( J. Dollard dan N. Miller). Menurut teori ini kadaan frustasi merupakan kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah laku agresif,dimana frustasi muncul dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh atasan(status yang lebih tinggi) d. Pendekatan Fenomenologis Pendekatan ini ditekankan pada bagaimana individu memandang atau mempersepsikan lingkungannya sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka. e. Pendekatan Naive Pendekatan ini menyatakan bahwa prasangka lebih menyoroti obyek prasangka, dan tidak menyoroti individu yang berprasangka. MENGATASI ATAU MENGURANGI PRASANGKA Untuk mengurangi atau mengatasi prasangka dilakukan dengan perbaikan kondisi sosial ekonomi, melalui pendidikan anak, melakukan interaksi yang lebih intensif antara masing-masing kelompok dan harus memenuhi setidaknya empat syarat berikut: 1. Adanya dukungan sosial dan institusional Dukungan diberikan oleh pihak otoritas yang berwenang ,dalam hal ini bisa pemerintah ,sekolah,orang tua,dan lain-lain.Otoritas biasanya berada dalam posisibisa memberi sanksi. 2. Ada potensi saling mengenal Hubungan antar etnik yang memungkinkan saling mengenal secara pribadi antar anggota kelompok yang berlainan bisa mengurangi prasangka .Hubungan itu mesti dalam wktu yang cukup dengan frekuensi yang tinggidan adanya kedekatan yang memungkinkan peluang membangun hubungan erat dan bermakna antar anggota kelompok yang berkaitan. 3. Adanya status yang setara antara pihak-pihak yang berinterksi Jika satu kelompok lebih dominandibanding kelompok lain,maka interaksi antar kelompokbelum tentu dapat mengurangi prasangka. 4. Adanya kerjasama Kesimpulan Prasangka merupakan dugaan-dugaan yang memiliki nilai negatif yang diwarnai oleh perasaan sesaat,artinya kondisi emosional sesaat juga ikut berperan menimbulkan prasangka sosial.Sedangkan diskriminasi adalah sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan berdasarkan pada gender, ras, agama, umur, atau karakteristik yang lain.Diskriminasi timbul karena adanya prasangka negatif terhadap kelompok tertentu. Prasangka menunjukkan pada sikap sedangkan diskriminatif pada tindakan. Integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh masyrakat Indonesia khususnya.Karena memang sulit mewujudkannya di sebuah negara yang heterogen ini.Tapi integrasi masyarat dapat diwujudkan ketika masyarakat mampu mengendalikan prasangka dan meninggalkan diskriminasi.

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

Telah kita ketahui di Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu di Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.

            Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
 Definisi Agama
Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu “sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Hendro puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
1.    Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual
2.    Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri
3.    Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural
 Ruang Lingkup Agama
Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup :
a.   Hubungan manusia dengan tuhannya
Hubungan dengan tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada tuhannya.
b.   Hubungan manusia dengan manusia
Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c.  Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat   dipecahakan   secara   empiris   karena   adanya   keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan   fungsinya   sehingga   masyarakat   merasa   sejahtera, aman, dan stabil. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
a.  Fungsi edukatif.
     Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
b.  Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
c.  Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :
  • Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
  • Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik )dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
  •  
d.  Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
  • Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalisme, komunisme, dan sosialisme.
  • Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
  • Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e.  Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan  menurut   Thomas   F.O’Dea  menuliskan   enam  fungsi agama dan masyarakat yaitu:
     1.      Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
     2.      Sarana hubungan  transendental  melalui  pemujaan dan upacara keagamaan.
     3.      Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
     4.      Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
     5.      Pemberi identitas diri.
     6.      Pendewasaan agama.
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai  agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma  atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
 Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan dari pemaparan diatas, jasa terbesar agama adalah mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang penting yang selalu menggoda manusia yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin, penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukan kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari jawabannya. Dan jawaban tersebut hanya dapat diperoleh  jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai “sumber” dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional, malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan kesadaran yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang berat.
Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-menerus yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir (jasmani). Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin adalah demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan, agama dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang gigih sesuai dengan kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif.
            Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
 Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial
Didalam ajaran sosiologi kita mengenal pengertian stratifikasi sosial yang mempunyai pengertian yaitu, susunan berbagai kedudukan sosial menurut tinggi rendahnya dalam masyarakat. Seorang pengamat menggambarkan masyarakat sebagai suatu tanda yang berdiri yang mempunyai anak tanggga-anak tangga dari bawah keatas. Stratifikasi sosial itu tidak sama antara masyarakat satu dengan yang lain karena setiap masyarakat mempunyai stratifikasi sosialnya sendiri . Jika jarak antara tangga yang satu dengan anak tangga yang ada diatasnya ditarik horizontal, maka terdapat suatu ruang. Ruang itu disebut lapisan sosial. Jadi lapisan sosial adalah keseluruhan orang yang berkedudukan lapisan sosial setingkat . Contoh pengaruh agama terhadap stratifikasi pada golongan petani, sikap mental golongan petani terbentuk oleh situasi dan kondisi dimana mereka hidup, yang antara lain adalah faktor klimatologis dan hidrologis seperti musim dingin dan musim panas, yang sejalan dengan musim kering dan musim penghujan. Golongan petani selalu bergumul dengan pemainan hukum alam (pertanian). Hukum cocok tanam kadang sulit diperhitungkan secara cermat selalu bersandar pada kedermawanan alam yang datang lambat & tidak menentu. Maka kaum petani lebih cenderung untuk mendayagunakan kekuatan-kekuatan magis (supra-empiris) guna membantu mereka dalam menentukan hari yang tepat. Semangat religius golongan petani itu terlihat dari pengadaan sejumlah pesta pertanian pada peristiwa penting, misalnya kaum petani di Indonesia mengadakan selamatan pada saat menanam benih dan waktu panen, sampai sekarang ini banyak petani di Indonesia masih mengadakan ritual tersebut.
KELESTARIAN AGAMA DALAM MASYARAKAT
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian lahir pemikiran-pemikiran yang berlandaskan pada pemikiran sekuler seperti pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa pada masyarakat modern agama akan lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai oleh teknologi dan birokrasi. Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam kurun waktu terkhir ini. Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis seperti Rusia, RRC, Vietnam yang menerapkan penghapusan agama karena tidak sesuai dengan ideologi negara tersebut, tetapi beberapa orang berhasil mempertahankan agama tersebut, bahkan umat beragama semakin meningkat. Dengan mengirasionalkan agama bahwa agama adalah sesuatu yang salah dalam pemikiran, tetapi dengan sendirinya umat beragama dapat berpikir dan mengetahui apa yang dipikirkan mengenai agama. Sehingga umat beragama dapat memahami apa arti sebuah agama dam manfaatnya.
Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang demikian dinamis, teori-teori lama kemudian mengalami penyempurnaan dan revisi. Bukan pada tempatnya membandingkan kebenaran ilmu pengetahuan dengan kebenaran yang diperoleh dari informasi agama. Pemeluk agama meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal, sementara kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan kemampuan pola pikir manusia. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya bisa menjadi bagian dari penafsiran nilai-nilai agama. Sepertia yang dikatakan David Tracy bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung dimensi religious, karena untuk dapat dipahami, dan diterima diperlukan keterlibatan diri dengan soal Ketuhanan.


Melalui proses sosialisasi, seorang pemuda akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan dapat diramalkan. Dengan proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari keadaan tidak atau belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan beradab. Kedirian dan kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk. Dalam hal ini sosialisasi diartikan sebagai proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaiman cari hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan sistem sosial.
Proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Berbeda dengan inkulturasi yang mementingkan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan dalam jiwa individu, sosialisasi dititik beratkan pada soal individu dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu prosuk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran terhadap diri sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai kedirian subyektif yang sulit dipelajari. Asal mula timbulnya kedirian :
1. Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Misalnya ia tidak disukai, tidak dihargai, tidak dipercaya; atau sebaliknya, ida disayangi, baik budi dandapt dipercaya
2. Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh penghargaan dari orang lain. Bentuk-bentuk kedirian ini berguna dalam meningkatkan ketaatan anak terhadap norma-norma sosial.
Bertitik tolak dari pengertian pemuda, maka sosialisasi pemuda dimulai dari umur 10 tahun dalam lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, dan jalur organisasi formal atau informal untuk berperan sebagai mahluk sosial, mahluk individual bagi pemuda.
Proses sosialisasi juga adalah proses pembentukan sikap loyalitas sosial. Loyalitas sosial atau kesetiaan sosial adalah perkembangan dari sikap saling menerima dan saling memberi kearah ang lebih baik. Kita sangat mudah melihatnya pembentukan kesetiaan sosial ini adalah dalam keluarga. Setiap anggota keluarga selalu setia sesamanya. Di dalam kelompok dan masyarakat juga kesetiaan sosial ini berkembang, sebagai dasar kesatuan dan persatuan dalam masyarakat. Dengan kata lain kesetianan sosial berkembang mulai dari kelompok yang sederhan hingga kelompok yang lebih luas.
Ada minimal tiga hal yang harus dilakukan agar tumbuh dan kembangnya sikap loyalitas sosial ini yakni :
Pertama kita harus saling berkomunikasi baik dalam keadaan berdekatan ataupun dalam keadaan berjauhan (tempat tinggal). Dengan komunikasi yang teratur kita akan saling mengetahui kabar dan berita di antara kita. Sakit atau senang diantara kita dapat dengan cepat kita mengetahuinya.
Kedua, sering bekerja sama menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Misalnya bergotong royang atau melakukan arisan. Kerja sama dapat saja dilakukan dalam kelompok kecil(minimal dua orang) atau pun dalam kelompok yang besar (yang jumlah anggotanya banyak).
Ketiga, dalam kehidupan atau pergaulan sesama kita, sikap tolong menolong harus dikembangkan. Berbagai kesulitan hidup yang kita alami pantas kita minta tolong kepada orang lain atau teman. Begitu pula sebaliknya bila kawan kita yang mengalami kesusahan wajib pula kita membantunya. Tentu saja dasarnya adalah suka saling menerima dan memberi.
Menurut George Herbert Mead, sosialisasi yang dialami seseorang dapat dibedakan dalam tahap-tahap sebagai berikut.
1.   Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami manusia sejak dilahirkan, ketika seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contoh: Kata “makan” yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita. Makna kata tersebut juga belum dipahami dengan tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata “makan” tersebut dengan cara menghubungkannya dengan kenyataan yang dialaminya.
2.   Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan:
a.    Semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa.
b.   Mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tua, kakak, dan sebagainya.
c.    Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini.
d.   Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan pertahanan diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai (Significant other).
3.   Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
4.   Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
2.2 Tujuan Pokok Sosialisasi
a.    Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
b.   Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya.
c.    Pengendalian fungsi-fungsi organic yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
d.   Bertingkah laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umumnya.
2.3 Peranan Pemuda Dalam Pembangunan Masyarakat ,Bangsa dan Negara
Dalam hubungannya dengan sosialisasi geenerasi muda khususnya mahasiswa telah melaksanakan proses sosialisasi dengan baik dan dapat dijadikan contoh untuk generasi muda, mahasiswa pada khususnya pada saat ini.
Proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 ternyata perlu ditebus dengan pengorbanan yang tinggi. Oleh karena segera setelah proklamasi pemuda Indonesia membentuk organisasi yang bersifat politik maupun militer, diantaranya KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang didirikan oleh mahasiswa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
KAMI menjadi pelopor pemdobrak kearah kehidupan baru yang kemudian dikenal dengan nama orde baru (ORBA). Barang siapa menguasai generasi muda, berarti menguasai masa depan suatu bangsa, demikian bunyi suatu pepatah. Berarti masa depan suatu bangsa itu terletak ditangan generasi mudas.
Kalau dilihat lebih mendalam, mahsiswa pada garis besarnya mempunyai peranan sebagai :
a.    Agent of change
b.   Agent of development
c.    Agent of modernization
Sebagai agent of change, mahasiswa bertugas untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat kearah perubahan yang lebih baik. Sedangkan agent of development, mahasiswa bertugas untuk melancarkan pembangunan di segala bidang, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.Sebagai agent of modernization, mahasiswa bertugas dan bertindak sebagai pelopor dalam pembahruan.
2.4 Potensi-Potensi Generasi Muda
Potensi-potensi yang terdapat pada generasi muda yang perlu dikembangkan adalah sebagai berikut :
1.      Idealisme dan daya kritis
Secara sosiologis generasi muda belum mapan dalam tatanan yang ada, sehingga ia dapat melihat kekurangan dalam tatanan dan secara wajar mampu mencari gagasan baru. Pengejawantahan idealisme dan daya kritis perlu dilengkapi landasan rasa tanggung jawab yang seimbang.
2.      Dinamika dan kreativitas
Adanya idealisme pada generasi muda, menyebabkan mereka memiliki potensi kedinamisan dan kreativitas, yakni kemampaun dan kesediaan untuk mengadakan perubahan, pembaharuan, dan penyempurnaan kekurangan yang ada ataupun mengemukakan gagasan yang baru.
3.      Keberanian mengambil resiko
Perubahan dan pembaharuan termasuk pembangunan, mengandung resiko dapat meleset, terhambat atau gagal. Namun, mengambil resiko itu diperlukan jika ingin memperoleh kemajuan. Generasi muda dapat dilibatkan pada usaha-usaha yang mengandung resiko. Untuk itu diperlukan kesiapan pengetahuan, perhitungan, dan keterampilan dari generasi muda sehingga mampu memberi kualitas yang baik untuk berani mengambil resiko.
2.5 Pengembangan Potensi Gener asi Muda
Generasi muda memiliki peranan penting dalam memajukan dan meningkatkan pembangunan. Begitu banyak potensi yang dimiliki oleh generasi muda, mereka mampu berkarya dan berekspresi dengan bebas ,tetapi masih dalam lingkup yang sewajarnya dan tidak menyalahi aturan. Pengembangan potensi tersebut dapat dimulai dari lingkungan keluarga, orang tua dapat mengembangkan potensi anak mereka sejak berusia balita, orang tua dapat mengarahkan apa dan kemana potensi yang dimiliki oleh anak mereka sehingga lahirlah generasi muda yang memiliki potensi sesuai minat masing-masing anak.
Generasi muda dapat mengembangkan potensi mereka melalui hoby atau kesenangan masing-masing, contohnya jika anak menyukai musik maka ia bisa mengembangkan potensinya dengan membuat sebuah band atau mengikuti kursus bermain musik sehingga potensi anak tersebut redup tanpa ada perkembangan.
Potensi generasi muda juga dapat membangun rasa bangga pada diri sendiri. Keluarga dan negara juga merasa bangga atas potensi yang dimiliki oleh anggota keluarga atau sebagai masyarakat. Tapi bagaimana jika generasi muda saat ini mengisi hari mereka dengan hanya menghabiskan uang orang tua dengan membeli barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkan, Sex di luar nikah, penyalahgunaan obat narkotika tak dapat dihindari, mabuk-mabukan (minum-minuman keras), dan masih banyak lagi hal-hal lain yang sangat menyedihkan. Disinilah peran orang tua sangat dibutuhkan orang tua dapat mengarahkan sejak dini kemana arah yang paling tepat dan baik untuk perkembangan anak mereka sehingga generasi muda dapat memiliki potensi yang sangat berguna bagi nusa dan bangsa.
Di negara-negara maju, salah satu di antaranya adalah Amerika Serikat, para mahasiswa sebagai bagian generasi muda, didorong, dirangsang dengan berbagai motivasi dan dipacu untuk maju dalam berlomba menciptakan suatu ide / gagasan yang harus diwujudkan dalam suatu bentuk barang, dengan berorientasi pada teknologi mereka sendiri.
2.6 Masalah-Masalah Generasi Muda
Generasi muda dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menghadapi berbagai permasalahan yang perlu diupayakan penanggulangannya dengan melibatkan semua pihak. Permasalahan umum yang dihadapi oleh generasi muda di Indonesia dewasa ini antara lain sebagai berikut :
1.      Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme, dan nasionalisme dikalangan masyarakat, termasuk jiwa pemuda.
2.      Kekurangpastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya.
3.      Belum seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia, baik formal dan informal. Tinggimya jumlah putus sekolah yang tidak hanya merugikan generasi muda sendiri, tetapi juga merugikan bangsa.
4.      Kekurangan lapangan dan kesempatan kerja serta tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran dikalangan generasi muda mengakibatkan berkurangnya produktivitas nasional dan memperlambat kecepatan laju perkembangan pembangunan nasional serta dapat menimbulkan berbagai problem sosial lainnya.
5.      Kurangnya gizi yang menghambat perkembangan kecerdasan, dan pertumbuhan.
6.      Masih banyaknya perkawinan dibawah umur.
7.      Penyalahgunaan Obat Narkotika dan Zat Adiktif lainnya yang merusak fisik dan mental bangsa.
8.      Masih adanya anak-anak yang hidup menggelandang.
9.      Pergaulan bebas diantara muda-mudi yang menunjukkan gejala penyimpangan perilaku (Deviant behavior).
10.  Masuknya budaya barat (Westernisasi Culture) yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita yang dapat merusak mental generasi muda.
11.  Masih merajalelanya kenakalan remaja dan permasalahan lainnya. Permasalahan tersebut akan berkembang seiring dengan perkembangan jaman apabila tidak diupayakan pemecahannya oleh semua pihak termasuk organisasi masyarakat, diantaranya KARANG TARUNA .

2.7 Faktor Penyebab Permasalahan Pemuda
1. Kurang dalam mengendalikan diri
Dalam hal ini kita melibatkan keluarga karena keluarga merupakan tempat awal seorang remaja membentuk karakter . Disini peran orang tua sangat mempengaruhi perkembangan remaja dalam mengendalikan diri , orang tua bukan hanya memberikan penjelasan tentang nilai sosial (baik buruknya suatu perbuatan) tapi juga memberikan suatu contoh perbuatan yang dapat dicontoh oleh remaja tersebut sehingga ketika remaja sudah berada dilingkup sosial yang lebih luas contohnya masyarakat , remaja tersebut akan terbiasa melakukan sama seperti apa yang dicontohkan oleh orang tuanya .
2. Kurang masa bersama keluarga
Meluangkan waktu sejenak untuk berkumpul bersama keluarga merupakan hal kecil yang mempengaruhi perkembangan remaja diluar karena pada saat seperti inilah masing-masing anggota keluarga menceritakan masalah kepada orang tua atau orang yang lebih tua didalam keluarga tersebut demi mendapat sebuah solusi yang benar . Karena banyak faktor remaja melakukan hal negatif adalah karena jarangnya meluangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga dengan alasan orang tua bekerja dan sibuk dengan urusan lain, jika didiamkan begitu saja remaja tidak mendapat teman untuk menceritakan masalah yang dihadapinya sehingga remaja mencari jalan keluarnya sendiri yang menurutnya benar dan tak jarang dari keputusan itulah dapat mengorbankan orang lain .
3. Masalah ekonomi keluarga
Keluarga miskin mungkin tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan pendidikan sempurna kepada anak. Makanan dan minuman , tempat kediaman serta kesehatan yang memadai. Faktor inilah yang mendorong remaja untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya atau mencuri milik orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dan hal ini akan terus meningkat ke arah yang lebih ekstrim jika dibiarkan seperti menghilangkan nyawa orang lain demi suatu hal yang diinginkannya .
2.8 Usaha Menanggulangi Permasalahan Pemuda
Cara yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu orang tua harus sering menasehati, memberi bimbingan, dan memberi pengarahan kepada anaknya agar menjadi pemuda yang mudah bersosialisasi dan bisa hidup mandiri tanpa upaya dan dana orang tuanya. Hal ini bergantung pada diri pemuda itu sendiri. Jika menurut mereka nasehat tersebut dapat membantu untuk mengatasi permasalahannya, maka mereka akan melakukannya. Dan jika mereka tidak membutuhkan nasehat, maka mereka tidak akan melakukannya. Tetapi pemuda yang baik adalah pemuda yang selalu mendengarkan nasehat - nasehat yang baik dari orang tuanya.
Setelah memberi tanggapan untuk mengatasi permasalahan.pemuda dalam generasi nasional, diharapkan pemuda - pemuda dapat meningkatkan sikap kedewasaannya dalam hal ekonomi dan psikologi. Masyarakat pun akan bangga. Begitu pun bagi orang tua, akan merasa bangga. Karena mereka memiliki anak yang baik dan bisa diandalkan sebagai penerus bangsa. Dan semoga hal ini lebih baik lagi di masa mendatang.
2.9 Perguruan dan Pendidikan
Arti penting dari pendidikan adalah sebagai upaya untuk terciptanya kualitas sumber daya manusia, sebagai prasarat utama dalam pembangunan. Suatu bangsa akan berhasil dalam pembangunannya secara ‘self propelling’ dan tumbuh menjadi bangsa yang maju apabila telah berhasil memenuhi minimum jumlah dan mutu (termasuk relevansi dengan pembangunan) dalam pendidikan penduduknya. Modernisasi Jepang agaknya merupakan contoh prototipe dalam hubungan ini.
Masalah pendidikan bukan saja masalah pendidikan formal, tetapi pendidikan membentuk manusia-manusia membangun. Dan untuk itu diperlukan kebijaksanaan terarah dan terpadu di dalam menangani masalah pendidikan ini. Rendahnya produktivitas rata-rata penduduk, banyaknya jumlah pencari kerja, “Under utilized population”, kurangnya semangat kewiraswastaan, merupakan hal-hal yang memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh.
Sebab hal itu semua akan berarti belum terlepasnya Indonesia dari belenggu keterbelakangan dan kemiskinan sebagaimana diharapkan pendidikan yang dapat mengembangkan semangat “inner will peningkatan kemampuan diri dan bangsa” yang terpencar dalam pembangunan pendidikan mental, intelektuan dan profesional bagi seluruh penduduk dan pemuda Indonesia.
Sebagai satu bangsa yang menetapkan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan negara Indonesia, maka pendidikan nasional yang dibutuhkan adalah pendidikan dengan dasar dan dengan tujuan menurut Pancasila. Dalam implementasinya, pendidikan tersebut diarahkan menjadi pendidikan pembangunan, satu pendidikan yang akan membina ketahanan hidup bangsa, baik secara fisik maupun secara ideologis dan mental. Melalui pendidikan itu diharapkan bangsa Indonesia akan mampu membebaskan diri dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan, melalui suatu alternatif pembangunan yang lebih baik, serta menghargai kemajuan yang antara lain bercirikan perubahan yang berkesinambungan.
Untuk itu maka diperlukan adanya perubahan-perubahan secara mendasar dan mendalam yang menyangkut persepsi, konsepsi serta norma-norma kependidikan dalam kaitannya dengan cita-cita bermasyarakat Pancasila. Dalam hal ini kiranya pemerintah telah cukup berhasil dalam menegakkan landasan-landasan ideal serta landasan koseptual terhadap pembaharuan pendidikan menuju sistem pendidikan nasional yang tepat arah dan tepat guna.

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.